//

Chapter 3 : Tengah Malam



Why was it so easy for you to make it so hard for me?


- K. Tolnoe



“Mba, sesuai lokasi kan?”

“Iya pak”


Online.


Kenapa setiap kali ketakutan pikiran serta tangan ini selalu menuju ruang gelap itu? 


Hujan” 

“Iya. Tadi nunggu lama ya mba? Soalnya saya…” 



Duduk seorang diri dibalik kaca sambil memandangi rintiknya hujan. Merasa ketakutan karna suatu hal namun juga tidak berani untuk mengekspresikannya. Langit gelap lagi. Seharian penuh tertawa lepas kemudian sekembalinya ke dunia nyata membuat ku sadar bahwa… langit diluar cukup pekat malam ini. Apa karna musim hujan?


Aku kembali merepotkan orang lain. Membuat mereka menghabiskan waktu padahal itu bukan tanggungjawabnya. Ketika aku mengatakan bahwa segalanya baik - baik saja, orang asing itu bersikeras menjaga.


“Udah tengah malam. Anak gadis nunggu sendiri disini itu bahaya. Gpp nunggu sebentar doang kok”


Lalu tangan ini menjadi diluar kendali. Online. 


Kamu tahu sebenarnya aku sangat ketakutan. Tapi bagaimana cara ngomongnya?


Tulisan yang sebenarnya sudah lebih dari satu paragraf itu kembali aku hapus. Aku sudah berjanji untuk tidak lagi melukai siapapun. Aku sudah berjanji untuk tidak lagi menjadi beban bagi… warna biru itu. Rasa takut ini adalah tanggungjawab ku, sekalipun aku bercerita pada siapapun rasanya tidak akan mudah dipahami. Kebanyakan diantara mereka hanya membaca tanpa benar - benar memaknai. Jadi itu tanggungjawabku.


Hm… 


Kembali memandang kaca yang sudah berembun. Jalanan nampak senggang ya tentu saja karna sudah tengah malam. Aku kembali melihat tumpukan barang milik ku yang cukup banyak. Oleh - oleh untuk bos besar. Haha.


Udah sampe rumah? Aman kan?


Aku membacanya pesan dari orang asing itu. Ternyata siapapun memiliki kata baik didalamnya bukan tentang perasaan tertentu. 


Pasti kamu dulu sangat terbebani dengan perasaan bodoh milik ku.



Online.


Padahal aku sudah berjanji untuk tidak lagi melihat ruang itu. Tapi kenapa setiap kali aku merasa ketakutan sosok nyata yang aku pikirkan hanyalah kamu. Maaf.


Aku hampir saja tenggelam dalam perasaan itu lagi. Menekan tombol hapus kemudian kembali meletakan ponsel ini ke saku tas.


Satu tetes. 


Aku takut.



Sebenarnya semalam seseorang menyarankan untuk berbagi lokasi, agar jauh lebih aman. Bahkan beberapa diantaranya menyarankan untuk menginap, namun aku menolaknya. Tubuh ini sangat kelelahan dan lagi beberapa barang bawaan juga akan rusak jika tidak sampai dengan cepat. Aku milih menaiki kendaraan umum. Duduk bersantai sambil memandangi langit tengah malam sepertinya akan sangat menyentuh. 


Sejak dulu aku meredam semuanya. Ketakutan dan kebisingan. Aku tidak ingin suara itu tergambar jelas. Pengalaman mengajarkanku bahwa bergantung pada orang lain itu tidak terlalu baik. Aku harus menyelesaikannya seorang diri. Aku harus menjadi tenang untuk tidak mengundang banyak rasa tanggungjawab yang bukan seharusnya dimiliki oleh orang lain.  Itu kenapa aku tidak paham bagaimana mengekpresikan perasaan semalam. Imajinasiku sudah tidak lagi tentang malam dan catatan buruk yang menjadi idom tersendiri. Tapi tentang bagaimana nanti dikehidupan masa depan.



“Tunggu deh, tadinya aku mau capture ke kamu. Tapi aku lupa hahaha”


“Apa?”


“Dia upload foto nasi padang”


“Ah… “


Sambil mengusir rasa takut itu aku berkirim pesan dengan seorang teman. Seseorang yang memiliki huruf depan yang sama dengan kita. Membaca pesan itu justru membuat luka lain. 


Kamu ga mungkin ingat apapun yang aku suka atau ga suka kan?


Tenang bukan cuma kamu kok. Beberapa orang yang mengenalku mewajarkan hal itu. 


Kami memang tidak lagi saling terhubung. Aku memutuskan untuk tidak lagi mau terhubung lantaran aku cukup penakut. Ia pernah berbagi isi hatinya disana melalui sebuah gambar botol minuman yang membuat hati ini sangat kesakitan. Itu kenapa aku memutuskan untuk tidak lagi terhubung. Aku tidak ingin lagi kesakitan. Ia berhak bahagia dan aku berhak untuk terbebas dari rasa sakit.


Jika rindu aku lebih sering melarikan diri ke alam mimpi. Setelahnya bangun lalu isi kepala ini kembali disibukan dengan kemisteriusan setiap angka dan tubuh ini dibuat bekerja keras demi kehidupan yang lebih berwarna. Aku tidak ingin mewarisi kegelapan itu alasannya semua ini harus segera pulih benar.


Aku menatap pesan itu. Sambil menimbang - nimbang kebahagian dari seberang. Kemudian aku mengakhir pesannya. 


Hujan semakin deras jika basah mungkin aku akan sakit tapi aku tidak membawa payung hari ini, apa sakit sesekali gpp ya? Ah… aku lupa, terakhir kali menyepelekan rasa sakit berakhir dengan pertemuan tidak terduga dengan ikan kecil berwarna hitam dengan bercak violet. Jadi ga boleh sakit, kalau basah nanti aku harus segera mandi air hangat, minum vitamin terus tidur deh seharian.



보고싶어 



0 comments