//

Chapter 6 : waiting for…


Aku kembali memandang pintu itu, dengan kaki yang berbalut kain penenang serta tangan berlapis sedikit pedopang. 


16.25 PM


Menatap dalam ruang kosong serta menunggu omong kosong yang menjadi liar di dalam sana. Aku kembali menghapusnya. Aku tahu tidak akan mungkin seseorang mengetuk dari luar. 


Aku pikir akan ada sedikit udara disana namun nyatanya aku kembali menemukan jawaban pahit yang kembali memperingati ku untuk tidak bermain - main dengan perasaan. Jika ditanya… aku harap angka itu untuk ku. Setidaknya ada satu hal yang menjadi penenang disaat semuanya terasa menyakitkan. 


I hope, your 15 seconds were mine.


Malam itu mawar merah kembali memberi peringatan. Sudah satu tahun lebih namun tidak ada tanda - tanda. Aku yang mengakhirnya dengan kalimat “tamat” dan aku juga yang tidak bisa tertidur lelap selama berhari - hari. Kebanyakan cerita yang aku dengar, mereka diperjuangkan dengan sangat luar biasa bahkan sekalipun kalimat paling menyakitkan terucap dengan lantang. Lantas bagaimana dengan ku?


Aku melihat gelap dan terang milik orang lain. Disaat wanita itu hancur berantakan, pria baik disana memberikan obat penenang dan banyak makanan. Mereka bersahabat karna aku tahu takdir cukup menyeramkan bagi mereka. Tapi tetap saja gelap dan terang itu saling terhubung satu dengan lainnya. Lalu bagaimana dengan ku? 


Even if one day…


Tidak. Sekalipun kita sama, aku tetap menjadi tokoh yang dipilih karna memang tidak ada pilihan lain bukan? 


Aku pernah menjadi sangat bodoh. Terbawa dengan permainan kata kemudian menjadi sedikit kekanak - kanakan. Bukan diriku. Menjadi terlalu berani. Aneh sekali. Lalu setelahnya merasa malu. Tapi aku belajar banyak, untuk tidak percaya dengan sebuah perkataan. Untuk tidak terlalu percaya diri padahal itu semua hanya rasa penasaran. Untuk tidak membuka ruang bagi luka yang bahkan belum pulih benar. 


Belakangan aku lebih senang melakukan hal - hal yang sangat aku sukai seorang diri. Menonton bioskop dan mulai serius terhadap makanan apa sebenarnya yang aku sukai atau bahkan mendinginkan wajah di mesin pendingin sayuran. Haha. Aku sudah tidak lagi memiliki tenaga untuk menjadi marah dan juga kecewa. Mereka mengatakan beberapa hal sudah berlebihan tapi aku sudah tidak lagi memiliki minat akan hal itu. Namun hari itu.


“Kalo dia hubungin lu lagi, lu bales ga?”

“Ga mungkin”

“Darimana lu tau?”

“Udah pernah coba kentang ini belum?”

“Kalo dia juga nunggu lu gimana? Nunggu lu chat dia, gimana?”

“Katanya kalo beli 2 diskon, mau?”

“Tapi dia takut, makanya dia ga berani hubungin lagi. Karna email yang lu kirim itu”

“Bisa ga kita ga bahas - bahas itu lagi…”

“Bisa ga jujur sama diri sendiri?”

“Botol itu… workshopnya... bio… please jangan bahas ini lagi. Dia… dia ga berjuang Ren jadi semua lebih dari cukup”


Hujan.


“Aku… ga mau jadi monster lagi”



Setelahnya kami jadi lebih banyak diam. Ah… aku jadi lebih banyak menghindar dari semuanya. 


Aku sudah mulai menerima apapun. Aku pun sudah mulai terbiasa dengan segalanya. Menulis cerita baru dan kali ini lebih banyak bercerita tentang diriku pada semesta. Karna aku tahu jika bukan aku yang menjadikan diriku tokoh utama pada semua cerita yang aku tulis lantas siapa yang melakukannya. Jika bukan aku yang merawat diri ini lantas siapa juga yang akan merawatnya.


Ketika tokoh lain hancur berantakan dan tokoh pendukung mengambil peran, aku sadar bahwa alur cerita milikku berbeda, alur cerita setiap orang berbeda. Obat penenang, semangat dan makanan itu biarlah mengambil peran sebagai tokoh pendukung yan aku ciptakan bukan dari orang lain bukan menuntut tanggungjawab yang tidak seharusnya dimiliki oleh mereka.


Jadi…


Semangat! 



Ps. Anyway kita jadi beli kentang diskon itu kok gengs tenang aja :)



Like the stars embroidered in the night sky 

밤하늘 수놓은 별처럼 


I can always see you 

항상   있지만 


You can't approach or touch it. 

다가갈 수도 만질 수도 없잖아 


I guess it's up to me to watch you

 몫인가봐  지켜보는 


I wait for you every day, I look forward to it 

매일  기다려 어느새 기대해 

0 comments