//

Chapter 5 : Piano’s

 

I once was lost, but now am found.



Aku kembali berbaring ditempat yang paling menyeramkan. Belakangan hal - hal seperti ini jadi lebih sering berkunjung. Kali ini bahkan warna merah itu sudah sampai berani muncul dari tempat rasa lelah biasa keluar. Semuanya nampak buruk. Untuk pertama kalinya aku merasa sangat lelah. Pikiranku saat itu hanya satu, sebenarnya apa yang ingin disampaikan?


Aku bahkan tidak mengingat apapun selain rasa lelah. Aku menyentuh tempat dimana warna merah itu keluar dengan sangat liar. Kaki ku gemetar sementara tangan ini ketakutan. 


Padahal sebentar lagi hari spesial.


Kesalahan kecil berdampak luar biasa, lagi. Aku terduduk didepan jendela. Dengan selimut berwarna kecoklatan dan udara lembab yang menyapa dibalik sana. Menarik nafas kemudian mencari jawaban dari semua teka - teki.


“Habis ini kita pulang kan A?”

“Iya, Aa rapih - rapih dulu ya”


Satu ruangan dengan sepasang manusia. Satu merawat yang lain. Bersikap hati - hati dan memberikan kehangatan dibalik setiap usapan tangan. 


Senyum.


“Di cek dulu ya dek?”

“Iya Sus”

“Loh udah bisa jalan? Kakinya?”

Senyum.

“Tes tensi dulu ya. Ga ada yang jaga?”


Wanita baik ini bercerita banyak hal. Ia membuatku banyak tertawa. Ia memberikan sedikit ketenangan sambil sesekali memastikan bahwa benda itu tidak menyakiti ku. Terima kasih Sus.



“Ah… jadi… separah ini”


Aku melihat tampilan diri dibalik cermin. Berdiri disana untuk waktu yang cukup lama. Kemudian pandangan ku beralih ke benda asing lainnya. Aku belum memberitahukan siapapun diantara mereka. Rencananya bahkan tidak ingin sama sekali. Tapi keputusan itu membuatku sulit tidur. Aku memandang layar ponsel. Menimbang nimbang bagaimana jika dirahasiakan saja? Tapi sepertinya itu terlalu kejam.


Ada yang aneh itu pikirku. Semuanya terlalu beruntun. Setelah pelangi itu muncul justru hujan lainnya datang tanpa jeda. Hujan yang selalu berhasil membuat seribu bahasa menjadi satu titik kecil. Hujan yang selalu berhasil membuat kenangan lain. Tahun ini cukup banyak hal baik terjadi namun juga diiringi dengan pembelajaran baru yang harus diterima. 


Jika ditanya bagaimana rasanya tahun ini, aku akan menjawab seperti mengunyah dark chocolate. Manis lalu pahit namun setelahnya merasa lebih baik.



“Ada beberapa retakan disana”

“Hmm…”

“Harus pakai alat bantu, supaya menghindari…”

“Berapa lama waktu untuk pulih?”

“Sekitar… “


Jadi aku menghabiskan malam spesial tahun ini dengan tidur seharian? 


Jadi aku kembali membebani orang lain? Lagi? 


Hmm



Pikiran ini sangat diluar kendali. Semuanya nampak abu - abu. Baru saja kemarin terang kemudian keadaan kembali meminta untuk dipahami. Satu tetes. 


Thru, 28 oct 

You unblocked this contact


Aku memeriksa layar ponsel. Menatap ruang obrolan itu yang nampak kosong, kemudian kembali menghapusnya. 


“Jangan digituin nanti…”

“Sini sini aku pegangin bukunya”


Pemandangan yang manis. Sepasang kakak beradik yang sudah lanjut usia. Mereka saling menjaga satu sama lain. Senyum. Namun setelahnya aku menyadari satu hal, yang sakit itu yang sendiri. Wanita itu tidak banyak bicara, lebih banyak membaca buku suci sambil sesekali memastikan namanya tidak terlewat. 


Seperti berada dimensi yang sama, aku terdiam sedih. Aku merasakan apa yang ia rasakan. Tiba - tiba saja seperti ada yang berbicara bahwa ia merasa seperti menjadi beban. Hidup sendiri bukanlah pilihan yang tepat. Tangannya dibalut kain penenang sama seperti kaki serta tanganku saat itu. Wanita yang nampak lebih muda darinya namun warna putih dirambutnya itu merawat kakaknya dengan baik, sesekali memberi kabar pada suara di seberang bahwa mereka akan pulang larut karna suatu hal. 


Sambil membaca buku kecil dan sesekali memperbaiki posisi lantaran tidak nyaman.


Was blind but now I see…



Lagi tengah malam, aku terduduk didepan cermin. Melirik beberapa pesan kekhawatiran sambil sesekali menarik nafas. Aku melihat semuanya nampak kacau. Bukan ini istirahat yang aku maksud.


Obat terbaik. Aku membaca lembar demi lembar buku  itu. Hingga tanpa sadar hujan mengalir. Lalu berhenti pada satu kalimat. 


Amazing grace.


Aku bercerita hingga larut malam. Suaranya bahkan sangat tenggelam. Ia duduk disana. Merayakannya bersama dengan segala kekacauan ini. Sesekali tersenyum konyol dan bersikap kekanak - kanakan padaNya. Aku menutup malam itu dengan kalimat syukur yang tiada tara. Aku menutup segalanya dengan kalimat “Aku Percaya”.


Ia mengusap kepalaku yang sedang tertidur. Kembali memberikan ketenangan semu. Setidaknya aku bisa terlelap dengan tenang. Setidaknya aku tertidur sebagai gadis kecilNya.


Semuanya… pasti akan baik - baik saja kan?



Amazing grace

How sweet the sound

That saved a wretch like me

I once was lost, but now I'm found

Was blind, but now I see


'Twas grace that taught my heart to fear

And grace my fears relieved

How precious did that grace appear

The hour I first believed


Amazing Grace by Yoona ( The K2 Ost )

0 comments