//

Chapter 15 : Epilogue





Musim semi.

Bunga sakura.

“Aku harap… aku tidak pernah mengingatnya”.


Kebanyakan orang akan menyukai hari yang sering mereka sebut dengan perayaan kegembiraan. Senyuman dan harapan. Permohonan dan tepuk tangan. Setiap orang akan selalu ingat hari dimana suara tangisan menciptakan senyuman kebahagiaan. Setiap orang akan selalu ingat dimana hari itu akan menerima banyak hal yang seharusnya mengharukan. 


Bunga sakura.

Mereka mengatakan saat itu adalah musim yang sangat cantik. Mereka mengatakan cuaca di luar sangat dingin. Meraka mengatakan malam dan juga tidak mudah.


Musim semi.

Cerita yang selalu aku dengar dari orang lain. Sama seperti kebanyakan anak kecil lainnya. Harapan dan perayaan kegembiraan. Namun sepertinya tidak. Tidak untuk saat ini ataupun saat itu fris. Kenapa? Sebenarnya itu yang ingin aku tanyakan. Namun semesta meminta ku untuk mengalah dan memahami. 


“Aku harap, aku tidak pernah mengingatnya”


Setiap kali hari itu tiba, aku selalu menghindar. Setiap kali hari itu tiba, aku selalu menarik nafas berat. Melarikan diri padahal aku tahu Dia sedang duduk disana. Aku tahu ia sedang menunggu dengan penuh harapan. Aku tahun Dia sedang duduk dengan kue coklat kesukaan serta beberapa lilin ditengah kegelapan. Aku tahu karna ketika aku melirik ke dalam Dia menyuruh masuk dan merayakannya bersama. 


“Aku harap… “


Dia tersenyum. Sementara aku menciptakan hujan deras.


“Aku harap menjadi spesial, aku harap segalanya menjadi berwarna. Ku mohon… “


Dia memeluk ku erat. Hangat namun tidak nyata. 


“Boleh?”


24 tahun. Untuk pertama kalinya aku merasa hidup. Untuk pertama kalinya aku menjadi antusias atas hari itu. Setiap detik, setiap menit. Saat itu hari libur. Bahkan aku menjadi antusias saat banyak diantara mereka yang melakukan hal yang mengagumkan. Kalimat - kalimat menyentuh. Aku bahkan menjadi terlalu ekspresif. Menulis beberapa kalimat kekanak - kanakan dengan harapan bahwa pesannya sampai kesana. Pesannya sampai kepada seseorang yang membuat ku jauh lebih hidup. Namun nyatanya. Faktanya.


“Yang terakhir kan biar sweet”


Menyeramkan. Kau tahu, itu kalimat paling menyeramkan.


2021. Semuanya menjadi jelas. Sangat jelas. Pesannya bukan tidak sampai tapi memang aku kembali disadarkan bahwa untuk tidak menjadi spesial, untuk tidak boleh terlalu ekspresif pada perayaan kegembiraan. 


Ketika hari itu kembali tiba. Semuanya masih sama. Namun kali ini aku yang menjadi sangat menyeramkan karna rasa pahit beberapa waktu lalu. Saat itu, Dia kembali menunggu disana, dengan kue coklat serta lilin berwarna putih.  Aku kembali melirik namun kali ini, aku enggan menghampiri. Aku kembali melirik namun kali ini aku memilih untuk memghindar. Aku bahkan tidak datang. Aku melihatNya sangat sedih.  Aku melihat Dia tertunduk dengan lilin yang hampir redup. Aku tahu tapi berusaha untuk tidak peduli. Aku marah namun juga merasa kesakitan.


Maaf.


Hujan.


Beberapa hari setelah semuanya sedang berusaha kembali menjadi sedia kala. Dia justru memberikan hadiah yang luarbiasa. 


Selamat anda lulus dan mohon untuk menghadiri..


Hadiah yang terlalu luarbiasa. Hadiah yang berasal dari cerita sepanjang malam. Hadiah yang membuatku merasa bersalah. Lagi dan lagi.


Lantas.

Kali ini aku tidak akan melarikan diri lagi. Kali ini aku akan datang dan duduk bersama merayakannya, seperti biasa. Tengah malam dengan cerita kekanak - kanakan. Seperti biasa, tengah malam dimana aku menjadi diriku ketika bercerita denganNya.


Terima kasih sudah menjadikan ku selalu spesial :)


Thanks… God.


Regards,

A white rose

0 comments