//

Orang Baik


Friday, 28 September 2018

 

“Maaf mas, sekarang jam berapa ya?”

Sambil melihat benda berwarna hitam dipergelangannya pria berkemaja garis berwarna biru langit yang duduk tepat disebelah ku itu memberitahu.

"Jam setengah 8, mbak"

"Oh.. makasih mas" Senyum ku sambil merapikan beberapa kertas yang siap untuk di serahkan kepada mereka yang memintaku untuk membawa benda itu.

Saat ini aku sedang berada disebuah gedung bertingkat besar yang berada dikawasan yang terkenal elit di Jakarta Raya ini. Minggu lalu aku mendapatkan undangan untuk menghadiri salah satu acara yang memang sudah ku nanti - nanti sejak awal kuliah. Menghadiri sebuah undangan berharga dari salah satu perusahaan bonafit yang namanya selalu terpajang apik di buku pelajaran.

Aku sedang duduk disebuah lobby tepat dimana kebanyakan orang lainnya menunggu. Masih satu setengah jam lagi dari waktu yang tertera di undangan,namun nyatanya sudah banyak sekali kerumunan yang terbentuk dalam ruangan bergaya eropa itu. Tidak ada teman apalagi kenalan. Aku seorang diri disana, kebanyakan dari mereka berasal dari sekolah terkemuka yang ada di Jakarta, aku mengetahuinya setelah mendengar sesekali pembicaraan yang mereka lakukan dengan rekan disebelahnya.

Sambil menunggu dan mempersiapkan beberapa berkas, aku sesekali melirik kedepan ruangan yang bertuliskan "meeting room" . Tidak banyak memang harapan yang aku gantungkan pada perusahaan ini, terang saja, bahkan setengah dari mereka adalah lulusan dari universitas luar negeri dengan gelar sekolah favorit pula. Asumsi ku berada disini adalah sebuah keberuntungan yang mungkin tdak akan ada lagi lain waktu itu, maka dari itu beberapa pengorbanan besar aku lakukan dengan alibi setidaknya akan banyak pengalaman baru yang bisa aku persiapakan sebelum betul – betul melamar di tempat lain.

“Oh dari gunadarma ya mbak” sebuah suara yang berhasil membuat imajinasi ku tentang bekerja di tempat ini tersadar. Suara yang berasal dari pria yang tepat disebelah ku tadi, pria sama yang memberitahukan ku tentang pukul berapa saat itu dan pria yang saat ini sedang sibuk menyelidiki kertas yang sedang ku genggam.

“Iya”

“yang dikalimalang atau depok mbak?”

“kalimalang mas”

“mau jadi audior ya mbak?”

Aku tidak langsung menjawab saat itu karna ku pikir pembicaraannya akan berakhir dengan singkat lantaran jawaban yang ku berikan mungkin terlalu singkat juga baginya, tapi nyatanya tidak. Pria itu justru berusaha memperhatikan dengan sedikit menyelidik pada kertas yang masih saja ku genggam saat ini. Karna mungkin tak kunjung menemukan jawaban lantas dia menjawabnya sendiri, pria itu seperti bisa membaca setiap kecurigaan yang saat itu sedang berkeliaran dikepala ku.

“Itu, tulisannya jurusan akuntansi”

“Ah…..”

Aku tipikal orang yang tidak pandai dalam berbasa – basi. Bahkan seorang adik pernah berkata “jangan terlalu kaku, kebanyakan dari basa – basi akan melahirkan pertemanan baru yang kalau – kalau kamu ingin membangun usaha butuh support dari mereka. Hidup ini ga melulu soal pengetahuan apalagi pengalaman tapi kebanyakan dari antara mereka berhasil karna banyaknya rekan yang tercipta dari sebuah basa – basi,  jadi jangan terlalu kaku lah”. Maka dari itu aku berusaha untuk menanggapi semampu ku, mungkin karna tidak terlalu terbiasa dengan pembicaraan pada orang asing ada sedikit aura kegugupan disana.

Gua Reno" Sambil menjulurkan tangan ke arah ku ditambah dengan senyum ramah yang menghiasi wajahnya (panggil saja begitu karna aku tidak mengingat terlalu jelas siapa namanya).

Melihat tangannya dan aku pun menjawabnya dengan  “Hmm.. Friska. Friska pake F, Fanta”

Pria tersebut justru tertawa terbahak – bahak yang sontak membuat ku terkejut karena suara tawanya berhasil membuat beberapa orang memperhatikan kami. Karna malu aku menundukan kepala dan mulai memperhatikan keluar jendala yang menampilkan pemadangan gedung – gedung bertingkat disebelahnya.

“Kok ketawa sih” batin ku saat itu.

“Sorry.. sorry… “ masih berusaha untuk menghabiskan sisa tawanya yang mampu membuat sedikit kegaduhan itu.

“Pake F ya. Ffffriska begitu?” pengucapan dengan huruf F yang seperti dibuat – buat.

“Okay Fffriska, lu…..” belum sempat pria itu menyelesaikan kalimatnya aku sudah memotong pembicaraan karena lagi – lagi dia mengucapkan nama ku dengan sedikit permainan raut wajah dan nada candaan disana.

“Friska, bukan Fffriska. Bisa ga mas Friskanya biasa aja gausah digituin..” pinta ku dengan sedikit nada memohon padanya untuk menghentikan lelucon yang hanya dia yang tertawa disitu sedangkan aku tidak menyukainya karna kami tidak terlalu dekat.

“Okay, Friska, gitu?”

Aku hanya mengangguk sambil sesekali melihat pintu seberang, memperhatikan apakah seseorang yang aku tunggu – tunggu sudah tiba karna cukup membosankan menunggu selama satu setengah jam dengan aktifitas membuka dan menutup layar kunci ponsel. Belum lagi pria disebelah ku yang sedikit membuat keributan dengan tawanya tadi.

“Oh gunadarma itu sekarang ada akuntansinya Fris”

Aku langsung berbalik dan menatapnya. Kata yang membuat ku kaget bukan tentang ketidaktahuannya tentang sekolah tempat ku menimba ilmu tetapi lebih kepada perubahaan percapakan dari formal menjadi informal.

“Iya mas”

“Jangan 'mas', kita seumuran kok” ucapnya sambil menunjukan kertas yang memang sedari tadi pria itu genggam juga. Aku tidak begitu memperhatikan dan tidak ingin terlihat menyelidik makanya sedari tadi kertas itu aku acuhkan karena menurut ku, membaca tulisan orang lain tanpa persetujuan dari yang membuat seperti sebuah ketidaksopanan. Tapi setelah dia menunjukannya, aku sedikit membaca disana ada namanya (yang masih sama, aku masih lupa siapa namanya yang jelas ada kata christianto di akhir nama itu, itupun kalo aku tidak salah ingat). Berikutnya yang menarik perhatian ku adalah bahwa ternyata pria itu lulusan universitas luar negeri, dengan jurusan yang buat ku pribadi saat itu terbilang jurusan yang keren. Teknologi. Pria itu ternyata mendaftar sebagai system engineer disini.

“Kenapa ga kerja disana aja”

“Kenapa? Emang ada peraturannya kalo gua ga boleh apply disini”

“Ya enggak sih, tapi kan gaji disana lebih gede dibandingkan disini. Lagian ga sayang sama ijazah apa”

“Emang ijazah kenapa?”

“Ya… gapapa sih. Yaudah terserah lah”

“Gua mau jadi system engineer, bukan auditor jadi jangan galak – galak sama gua. Gua bukan saingan lu, malah nanti lu bakalan banyak minta bantuan ke gua, harusnya…”

System engineer apa sih?”

Pria itu bahkan belum menyelesaikan kalimatnya, dan dia seperti ingin tertawa lagi namun mungkin karna wajahku benar – benar terlihat seperti orang tidak tahu, maka dia menahannya sekaligus sedikit menjelaskan panjang lebar persis seperti sales kartu kredit. Hahaha.

“Oh….”

“Paham?”

“Sedikit”

“Ya ampun, gimana ya jelasinnya”

“Iih Ibunya udah dateng tuh”

Maka percakapan waktu itu berakhir. Dalam ruangan berlabel meeting room itu kami terpisah dan beruntungnya aku mengambil tempat yang sangat jauh darinya. Aku ingin fokus mengerjakan , tidak ingin terlalu banyak bercerita apalagi membahas hal – hal yang bahkan aku tidak begitu menguasainya.

Lembar kertas daftar hadir peserta berjalan, berpindah tempat dari satu meja ke meja lain, dari satu orang ke orang lainnya. Ketika aku hendak mengisi data diri, ada satu hal aneh yang ada pada kolom dimana nama ku tertera disana, saat itu pada akhir kata nama belakang ku adalah gambar senyum samar yang aku yakin itu dibuat dengan pensil tapi sangat samar. Aku bisa melihatnya karna gambar itu tepat berada dibelakang nama ku, mungkin orang lain tidak begitu memperhatikan makanya gambar itu tidak ada yang menghapus. Karna tau siapa pelakunya aku mencoba melirik kearahnya tapi pria itu seolah – olah sibuk memperhatikan seorang pendamping yang sedang menjelaskan tepat didepan layar proyektor besar. Aku menghapusnya. Dan keberuntungan lain jejak gambar itu tidak terlalu berbekas makanya aku sangat – sangat amat bersyukur akan hal itu.

Sebenarnya ada banyak hal yang pria itu ceritakan pada ku. Terlalu banyak sampai aku tidak mengingat dengan jelas. Maaf bukannya aku angkuh atau acuh. Sepertinya kapasitas penyimpanan ingatan dikepala ku tidak terlalu baik untuk hal – hal demikian. Bahkan dulu aku pernah meninggalan benda berharga ketika kuliah, baru tersadar ketika orang rumah menanyakan. Tapi anehnya, jika menyangkut hal – hal menarik yang aku sukai  atau berbeda dari kebanyakan hal lainnya atau tulisan – tulisan yang mengandung sebuah pengetahuan besar didalammnya justru isi kepala ini bisa menyimpan dengan sangat baik. Cukup menyebalkan memang.

Kami banyak bercerita. Ah bukan kami, tapi dia. Pria itu lebih mendominasi percakapan sisanya aku hanya mendengarkan dan sesekali menertawai wajahnya yang begitu ekspresif dalam bercerita. Kami juga menertawakan kebodohan kami tentang betapa bodohnya kami yang tidak paham dengan sistem kerja lift di gedung ini. Tentang hanya mengucapkan “terima kasih” sebagai bayaran atas tumpangan pada seorang driver bus yang membawa kami ke gedung ini. Dan tentang bagaimana anehnya penampilan orang lain saat itu. Aku cukup bersyukur bertemu dengannya. Aku bersyukur kami banyak bercerita layaknya seorang kawan, meskipun masih dengan sifat tertutup ku, setidaknya dia bisa memaklumi dan mengimbangi. Dia juga tidak menanyakan hal – hal pribadi seperti kebanyakan orang yang aku temui pada acara – acara seperti ini. Beruntung, sepertinya semesta tahu bahwa aku tidak akan memulai pembicaraan dengan orang asing lebih dulu, maka dia kirim orang baik untuk menemani ku bercerita. Semesta tahu bahwa aku tidak pandai berbasa – basi maka dia mengirimi ku orang baik yang banyak bicara namun sangat menyenangkan dan semesta sepertinya tahu kalau aku tidak paham apa itu system engineer maka dia kirimkan sales promotion-nya untuk menjelaskan pada ku saat itu. Hahaha.

Untuk orang baik diluar sana. Terima kasih atas cerita menariknya. Terima kasih sudah membuat ku belajar bagaimana cara memulai pembicaraan tanpa harus membebani pendengarnya. Terima kasih sudah membuat ku sedikit lebih tenang saat itu. Ya.. meskipun aku tidak lolos seleksi setidaknya aku mendapatkan pembelajaran baik dari mu tentang public speaking.

Terakhir, yang aku ingat dari penjelasan pria itu hanya IBM sisanya hilang bagai tertelan bumi. Bahkan sampai detik ini saja namanya masih samar di ingatan ku, tapi satu hal, aku ingat nama universitasnya dan juga aku ingat wajahnya setidaknya itu jauh lebih baik daripada tidak sama sekali. Dan untuk orang baik diluar sana semoga sukses, senang bisa bercerita dengan mu.

 

24 Aug 2020

-FN

0 comments