//

Chapter 13 : finale



 Deg…

I'm too afraid to see the end 


Deg… deg…

Even if it hurts, the painful tea guide is…


woah… deg…

still definitely, you


I know…

So, good bye my first snow.

__


Benar. 


Sebanyak apapun aku menulis tidak akan pernah mengubah segala. Tempat rahasia itu akan selalu dan tetap menjadi tempat yang berlapis debu kecil yang mungkin saja akan usang lalu hilang seiring berjalannya waktu.


Benar.


Sebanyak apapun aku bercerita tidak akan mampu mengalahkan kisah lama yang sudah pernah terjadi sebelumnya. Seperti denting jarum jam, sekalipun aku membeku bahkan dengan kain berwarna putih hangat di leherku, ceritanya akan tetap sama yakni “I always proud of you where ever you are”.


Benar.


Dunia cukup sulit untuk diajak berdiskusi sekalipun ia tahu seberapa kosong tempat rahasia itu. 


Hujan pada bulan Juni.


Apa disana juga hujan?


Setiap kali menatap warna kesukaan mu diatas sana, aku selalu berharap selama kita masih menatap warna yang sama, menghirup udara segar yang sama serta…


Apa kamu juga menjadi redup ketika hujan?


Jangan pulang larut. Jangan banyak makan coklat pada tengah malam. 


__


Aku ingin menutup cerita ini sekaligus dua kisah yang mengaggumkan. Bukankah aku cukup penakut? 


__


Untuk cerita berikutnya aku ingin memulai dengan karangan bunga. Cerita manis serta bahagia.


Entahlah. Beberapa orang menyakini sebuah tulisan bisa saja menjadi kenyataan. Jadi kali ini aku akan lebih berhati - hati.


Jika saja diberi kesempatan, ah aku bahkan sering bernegosiasi dengan semesta. 


Kalo ketemu nanti. Aku ingin menatapnya sangat lama. Sangat lama. Sangat… lama… 


Sekalipun hanya dari kejauhan, aku hanya ingin memastikan bahwa warna itu masih sama.


Namun jika tidak.


Aku lupa. Aku tipikal orang yang tidak menyukai atau tidak membuat plan B.


__


I loved you,


My love was truly you.


__


Terima kasih,


A white rose


0 comments