//

Chapter 9 : Cerita Bahagia (1)

 

22.19 PM


“Lu tau fris, gua happy banget hari ini. Gua senang banget”



Menurut mesin pencarian aku termaksud seseorang yang mampu merasakan energi orang lain. Menyerapnya hingga tanpa sadar energi ini menyelimuti semua alam bawah sadarku. Sejak kemarin sebenarnya aku berusaha mewarnai kanvas, memegang kuas sambil mendengarkan musik kesukaan. 


Belakangan ini aku selalu mendengarkan cerita menyenangkan dari orang - orang baik itu. Menghubungi dengan suara yang tak kalah antusiasnya dengan supporter sepak bola, sampai - sampai aku harus sedikit menjauhkan ponsel karna nyaringnya kebahagian dari seberang. Aku tersenyum. Energinya benar - benar luar biasa. Sisi positif yang tiba - tiba saja memenuhi hati ini, padahal sudah hampir seminggu kondisi tubuhku tidak terlalu baik. Alasannya masih sama kok. Isi kepalaku terlalu berisik sekalipun sudah ku tutupi dengan hal berat lainnya. Tapi aku sengaja membuatnya tidak terlihat. Aku tidak ingin membuat kebisingan di tengah euphoria. Jadi ini rahasia. Sepertinya tubuh ini memberi sinyal untuk tidak semakin jauh, bodohnya perasaan ini selalu saja diluar kendali.


Sore itu aku kembali dibuat tertawa, terlalu banyak tertawa hingga tanpa sadar… sudah mencapai batasnya. Ketika aku menjauhi kerumunan untuk mengadakan kesepakatan dengan diri ini justru… tamu tidak diundang itu kembali hadir. Kali ini bahkan lebih parah. Mawar putih yang tidak lagi berwarna putih, merah. 10 menit aku berada disana. Nampak seperti drama melankolis yang sering ku hindari. Benar - benar seperti adegan sebuah drama. Aku mengusap mulut ini dengan kesal. Mencuci tangan dengan air puluhan kali hingga tanpa sadar hujan itu mengalir.


“Sial. Baru aja mulai”.


Aku menekan tombol pembasuh. Untunglah disana tidak ada seorangpun, membuat lega karna aku tidak perlu bersandirawa. Setelah mengumpulkan banyak keberanian, aku membuka pintu. Perlahan. Menarik nafas. Berdiri tepat pada cermin, memandangi pantulan diri sambil sesekali memastikan tidak meninggalkan jejak.


15.50 PM


Suasana menjadi canggung. Firasatku mengatakan bahwa ada yang tidak beres. Ketika aku sedang berperang melawan ketakutan yang luar biasa, aku harus kembali memahami orang lain.


“Gpp fris, wajar situasi seperti ini banyak orang curiga. Wajar, gpp. Gpp fris.”


Menarik nafas sambil menahan tempat yang membuatku merasa terasing. Seseorang yang bahkan mulai aku percaya bersikap sama menyeramkannya diantara yang lain. Puluhan kali aku menahan rasa itu dengan telapak tangan kecil milik ku. Pulang.


Dalam perjalanan entah sudah seberapa banyak amarah yang ku tahan. Menahan amarah, sekaligus menahan tamu itu untuk tidak semakin menyusahkan. Ternyata percuma. Tanganku bahkan sudah sangat menyeramkan. Mawar merah.


Setibanya dirumah aku tidak banyak bicara. Ah… lebih tepatnya tidak dapat berbicara karna mereka semakin tidak tertahankan. Saat ayahku melihatnya, aku hanya tersenyum. 



Jadi… “


Aku menarik nafas berat. Kembali pada ruang bernuansa putih dengan seorang ahli yang nampaknya dia mulai mengenali anak kecil yang sudah tumbuh dengan bahagia ini. Aku tidak menatap tepat di kedua mata. Kalian ingat bukan, jika aku menghindari tatapan lawan bicaraku.


Seolah bisa memahami isi pikiran ku. Sosok yang selalu menenangkan orang lain dengan keahliannya itu ikut memandang ikan hias kecil berwarna violet dengan bercak hitam pada akuarium kecil yang berada tepat dimejanya.


“Ikan itu… dia lagi tidur makanya kaya gitu”


Aku tersenyum memandang sosok berpakaian seperti astronot dengan semua alat pelindung berwarna hijau. 


“Jadi, kambuh lagi?”


Setelah mengumpulkan banyak keberanian, akhirnya kalimat tersebut terucap juga.


Dia tidak langsung menjawab, melainkan membuka file pada komputer yang menampilkan hasil dari beberapa hal yang harus aku lakukan sebelum benar - benar bertemu dengannya.


Padahal tes kesehatan kemarin semuanya baik - baik aja. Kenapa?


0 comments